Kamis, 15 Desember 2016

Ruang Refleksi yang Terbatas bagi Siswa



Ruang Refleksi yang Terbatas bagi Siswa

Penngetahuan menjadi tidak otentik ketika ruang refleksi terbatas. Ruang refleksi terbatas karena kurang terjadi dialog antara siswa dan guru. Selayaknya guru menemnpatkan siswa sebagai subjek yang mempunyai kebebasan untuk mengembangkan pertanyaan yang mengarah pada “kemengapan” isi kajian (kurikulum: teks). Ruang refleksi terbatas tidak membantu kesadaran kritis siswa dalam mengkonsumsi dan memproduksi pengetahuan. Ini merupakan salah satu dampak dari claa size dalam kisaran kurang lebih 30-40 orang perkelas. Sungguh ukuran kelas yang gemuk, guru yang pedagogis tentunya akan melakukan trik-trik untuk membungkam mulut siswa agar senantiasa tertib mngerjakan tugas dalam keadaan sunyi senyap. Ketika kesunyian terjadi, disitulah kematian menjadi manusia menggejala, belajar hanya berorientasi pada pengerjaan tugas, tanpa refleksi kritis terhadap realitas (konteks).

            Berdasarkan uraian tersebut, masalah yang teridentifikasi adalah proses pendidikan/pembelajaran masih menunjukkan (1) bahwa guru masih mempunyai peran sentral dalam pembelajaran, lebih teacher oriented; (2) siswa memperoleh pengetahuan dalam tingkatan memorisasi; dan (3) pemilikan pengetahuan lebih bersifat konsumtif dari pada memproduksi pengetahua, jauh dari upaya mentranformasikan kehidupan individu maupun sosial. Pola diatas menjadi mainstreem dalam pendidikan Indonesia sebagai akibat dari dominasi pedagogi dunia Barat dengan pemikiran modernisasi.

Daftar Pustaka :
Kesuma, Dharma, Teguh Ibrahim. 2016. Struktur Fundamental Pedagogik. Bandung: PT Refika Aditama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar