Kamis, 15 Desember 2016

Manusia adalah Transformatif



Manusia adalah Transformatif

Manusia bukanlah serpihan kecil di tengah life support. Manusia sadar akan aktivias-aktivitasnya dan dunia tempat ia berada, bertindak sesuai dengan tujuan yang diusungnya, memiliki tempat resmi bagi putusan-putusannya yang terletak dalam dirinya sendiri dan dalam relasinya dengan dunia dan dengan manusia-manusia lain, mengisi dunia dengan kehadiran kreaatifnya melalui sarana  transformasi hingga mempengaruhinya. Manusia tidak hanya hidup (to life) tetapi bereksistensi; dan eksistensinya historis. Hidup mengimpilkasikan survival belaka; bereksistensi mengimplikasikan keterlibatan mendalam dalam proses “menjadi”.

            Karena menciptakan dunianya, maka ia sesungguhnya ia adalah pengada yang berpraksis (a being of praxis) (Horton and Freire, 1990: 30-40; 100-110). Ia tidak sekedar aktif tanpa berpikir seperti hewan (aktivisme), juga tidak sekedar berpikir tanpa berbuat (idealisme). Dengan praksis manusia menciptakan dunianya, melakukan transformasi. Menerima dunia sebagaimana adanya dilakukan oleh hewan. Hewan tidak menciptakan dunianya, hewan hanya beradaptasi terhadap dunia yang sudah tersedia baginya. Karena itu juga manusia adalah pengada transformatif, a transformative being.

            Adalah sebagai pengada yang transformatif dan kreatif bahwa manusia, dalam relasi permanennya dengan realitas, memproduksi tida hanya benda-benda material-benda-benda kasat mata – tetapi juga intuisi-intuisi sosial, ide-ide, dan konsep-konsep. Melalui praksis terus menerus manusia secara serempak menciptakan sejarah dan diciptakan oleh sejarah dan menjadi pengada-pengada historis-sosial. Karena berpraksis,manusia adalah pengada yang mentransendensi diri sendiri, yang bergerak ke depan dan melihat kedepan. Aku bukanlah suatu pengada yang berada dalam  life –support tetapi suatu pengada dalam dunia , dengan dunia, dan dengan pengada-pengada lainnya.

            Life support manusia diubahnya menjadi dunia (world, budaya) dan kehidupannya menjadi eksistensi karena terjadinya peningkatan solidaritas antara kesadaran dan tangan. Dengan kata lain, perubahan ini bergantung pada prroporsi badan manusia menjadi badan yang sadar yang dapat menangkap, memahami, dan mentransformasikan dunia sehingga ia berhenti menjadi sebuah ruang kosong untuk dituangi oleh isi-isi. Memang kesadaran adalah unsur aktif manusia, bukan wadah kosong.

Daftar Pustaka :
Kesuma, Dharma, Teguh Ibrahim. 2016. Struktur Fundamental Pedagogik. Bandung: PT Refika Aditama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar