1.
Menggunakan konteks. Pembelajaran menggunakan masalah kontekstual.
Kontekstual yang dimaksud adalah lingkungan siswa yang nyata baik aspek budaya
maupun aspek geografis.. Didalam matematika hal itu tidak selalu diartikan
“konkret” tetapi dapat juga yang
telah
dipahami siswa atau dapat dibayangkan. Masalah kontekstual biasanya dikemukakan
di awal pembelajaran. Namun demikian masalah dapat saja disajikan di tengah
atau di akhir pembelajaran suatu topik atau sub topik. Masalah kontekstual
disajikan di awal pembelajaran, bila dimaksudkan untuk memungkinkan siswa
membangun/menemukan sesuatu konsep, definisi, operasi ataupun sufat matematika
serta cara pemecahan masalah itu. Masalah kontektual di sajikandi tengah
pembelajaran bila dimaksudkan untuk “memantapkan” apa yang telah
dibangun/ditemukan. Masalah kontekstual disajikan di akhir pembelajaran bila
dimaksudkan untuk mampu “mengaplikasikan” apa yang telah dibangun/ditemukan.
2. Menggunakan
model Dalampembelajaran matematika sering perlu melalui waktu yang panjang
serta bergerak dari berbagai tingkat abstraksi. Dalam abstraksi itu perlu
menggunakan model. Model itu dapat bermacam-macam,dapat konkret berupa benda,
gambar, skema, yang kesemuanya itu dimaksudkan sebagai jembatan dari konkret ke
abstrak atau dari abstrakke abstrak yang lain. Dikenal model yang serupa atau
mirip dengan masalah nyatanya, yang disebut “model of” dan dikenal juga model
yang mengarahkan ke pemikiran abstrak atau formal, yang disebut “model for”.
5R. Soedjadi, Inti Dasar-dasar Pendidikan MatematikaRealistik Indonesia
3. Menggunakan
kontribusi siswa.Dalampembelajaran perlu sekali memperhatikan sumbangan atau
kontribusi siswa yang mungkin berupa ide, gagasan ataupun aneka jawab/cara.
Konstribusi siswa itu dapat menyumbang kepadakonstruksi atau produksi yang
perlu dilakukan/dihasilkan sehubungan denagn pemecahan masalah kontekstual.
4. Interaktivitas.
Dalam pembelajaran jelas perlu sekali melaksanakan interaksi, baik antara siswa
dan siswa ataupun bila perlu antara siswa dan guru yang bertindak sebagai
fasilitator. Interaksi itu juga mungkin terjadi antara siswa dengan sarana atau
antarasiswa dengan matematika ataupun dengan lingkungan. Bentuk interaksi itu
dapat juga macam-macam, misalnya diskusi, negosiasi, memberi penjelasan atau
komunikasi, dsb.
5. Keterkaitan
antar topik (intertwinning). Dalam pembelajaran matematika perlu disadari bahwa
matematika adalah suatu ilmu yang terstruktur dengan ketat konsistensinya.
Keterkaitan antara topik, konsep, operasi dsb sangat kuat, sehingga sangat
dimungkinkan adanya integrasi antara topik dsb. itu. Bahkan mungkin saja antar
matematika dengan lain bidang pengetahuan untuk lebih tajam kebermanfaat
belajarmatematika. Hal ini memungkinkan akan dapat menghemat waktu
pembelajaran. Selain itu dengan dimungkinkannya pengaitan antar topik atau sub
topik sangat mungkin akan tersusun struktur kurikulumyang berbeda dengan
struktur kurikulumyang selamaini dikenal, tetapi tetap mengarah kepada
kompetensi yang ditetapkan.Karakteristik yang dikemukakan di atas ada 5 buah.
Tidak mustahil ada penulis yang menambahnya karena ingin memberi penekanan
tertentu kepada karakteristik tertentu. Misalnya menambahkan karakteristik
“memperhatikan trajektory belajar” yang dapat dipandang memberi tekanan kepada
proses“pemahaman” mulai dari masalah kontektual, model hingga mencapai bentuk formal.
Sehubungan dengan karakteristik pertama dan juga kedua yaitu “menggunakan
konteks dan kontribusi anak”, dengan sendirinya PMR disesuaikan dengan budaya
setempat atau budaya Indonesia.
Sumber :
Soedjadi, R.
2007. Dasar –Dasar Pendidikan Matematika
Realistik Indonesia . Jurnal
Pendidikan Matematika, VOL. 1 NO.2. Surabaya. File:///C:/Users/Admin/Downloads/Filsafat/807-1697-1-PB.Pdf (Diakses
Pada 24 Desember 2016 Pukul 19.13)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar