Minggu, 25 Desember 2016

Dasar Teoretik atau Prinsip PMR.




1.        a) Guided Re-invention atau “menemukan kembali secara terbimbing” Prinsip ini menekankan “penemuan kembali” secara terbimbing.. Melalui topik-topik tertentu yang disajikan, siswa diberi kesempatan samauntuk membangundan menemukan kembali ide-ide dan konsep-konsep matematika. Setiap siswa diberi kesempatan samauntuk merasakan situasi dan mengalamima salah kontekstualyang mmiliki berbagai kemungkinan solusi. Bila diperlukan dapat diberikan bimbingan yang diperlukan. Jadi pembelajaran tidak diawali dari“ sifat” atau “definisi”atau “teorema” atau “aturan” dan diikuti dengan “contoh=contoh”serta “penerapannya”,tetapi justru dimulai dengan masalah kontekstual atau real/nyata meski hanya dengan memba yangkannya, dan selanjutnya melalui aktivitas siswa diharapkan dapat menemukan kembali sifat,definisi dan lainnya itu. Hal terakhir menunjukkan kesesuiannya dengan paham konstruktivismeyang meyakini bahwa pengetahuan tidak dapat ditransfer dari seseorang kepada orang lain tanpa aktivitasyang dilakukan sendiri oleh orang yang akan mengetahui pengetahuan tersebut. b) Progressive mathematization atau matematisasi progresif.Bagian -2 dari prinsip pertama ini menekankan “matematisasi” atau “pematematikaan” yang dapat diartikan sebagai “upaya untuk mengarahkan kepadapemikiran matematika”. Dikatakan prograsif karena terdapat dua langkah matematisasi itu, yaitu matematisasi (1) horisontal dan (2) vertikal.yang berawal dari masalah kontekstual yang diberikan dan akan berakhir pada matematika yang formal.

2.      Didactical Phenomenology atau fenomenologi didaktik Prinsip ini menekankan fenomena pembelajaran yang bersifat mendidik dan menekankan pentingnya masalah kontekstual untuk memperkenalkan topik-topik matematika kepada siswa. Masalah kon tektual dipilih denganmempertimbangkan (1) aspek kecocokan aplikasi yang harus diantisipasidalam pembelajaran dan (2) kecocokan dengan proses re-inventionyang berarti bahwa aturan/cara,atau konsep atau sifat termasuk model matematika tidak disediakan atau diajarkan
oleh guru tetapisiswa perlu berusaha sendiri untuk menemukan atau membangun sendiri dengan berpangkal dari masalah kontektual yang diberikan. Ini akan menimbulkan “learning trajectory”/ lintasan belajar yang akan menuju tujuan yang ditetapkan.Tidak mustahil lintasan belajar itu untuk setiap siswa bisa berbeda meskipun akan mencapai tujuan yang sama. Ini berarti bahwa pembelajaran tidak lagi terpusat pada guru tetapi akan berpusat pada siswa bahkan dapat juga disebut berpusat pada masalah kontekstual yang dihadapi. Masalah kontekstual dapat juga untuk memantapkan pemahaman sesuatu yang telah didapatnya..

3.      Self developed model atau membangun sendiri model Prinsip ketiga ini menunjukkan adanya fungsi “jembatan” yang berupa model. Karena berpangkal dari masalah kontekstual dan akan menuju ke matematika foral serta adanya kebebasan pada anakmaka tidak lahmu stahil siswa akan mengembangkan model sendiri. Model itu mungkin masih seder-hana dan masih mirip dengan masalah kontekstualnya. Model ini disebut “model of” dan sifatnya masih dapat disebut “matematika informal”. Selanjutnya mungkin melalui generalisasi ataupun formalisasi dapat mengembangkan model yang mengarahkan ke matematika formal, model ini dapat disebut “model for”. Hal tersebut sesuai dengan matematisasi horisontal dan matematisasi vertikal, yang memungkinkan siswa dapat menyelesaikan masalah tersebut dengan caranya sendiri.
Sumber :
Soedjadi, R. 2007. Dasar –Dasar Pendidikan Matematika Realistik Indonesia . Jurnal Pendidikan Matematika, VOL. 1 NO.2. Surabaya. File:///C:/Users/Admin/Downloads/Filsafat/807-1697-1-PB.Pdf (Diakses Pada 24 Desember 2016 Pukul 19.13)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar