Sabtu, 08 Oktober 2016

Pertanyaan dan Pemikiran Immanuel Kant



Pertanyaan dan Pemikiran Immanuel Kant

Immanuel Kant adalah seseorang yang sederhana. Selama hidupnya Kant menetap di Prusia dan mengalami masa peperangan tujuh tahun sewaktu Rusia menaklukkan Prusia Timur. Ia juga hidup dalam masa revolusi Perancis dan masa kejayaan Napoleon. Selama hidupnya jarang sekali ia bepergian lebih dari 70 km dari tempat tinggalnya.
Immanuel Kant dilahirkan di Koenigsberg, suatu kota di Prusia Timur, Jerman pada tanggal 22 April 1724, dari keluarga pembuat dan penjual alat-alat dari kulit untuk keperluan menunggang kuda. Neneknya merupakan imigran dari Skotlandia tetapi pada penelitian yang diadakan kemudian orang menyangsikan betulkah neneknya berasal dari Skotlandia. Semula namanya ditulis dengan Cant, tetapi karena adanya perubahan ejaan yang menentukan bahwa huruf C juga dibaca seperti S, maka untuk tidak membuat meragukan orang yang mengenalnya, nama itu ditulis seperti yang dikenal orang sekarang. Perubahan itu telah terjadi pada zaman neneknya. Perhatian bagi hal-hal kecil semacam itu antara lain yang mempengaruhi sikap hidup Kant yang serba teliti lebih-lebih dalam hal pembagian waktu, sampai ia terkenal sebagai seorang profesor yang bekerja menurut waktu yang telah ditentukannya.
Filsafat yang dikenal dengan kritisisme adalah filsafat yang diintrodusir oleh Immanuel kant. Kritisisme adalah filsafat yang memulai perjalanannya dengan terlebih dahulu menyelidiki kemampuan dan batas-batas rasio (Khuza’i, 2007:25). Perkembangan ilmu Immanuel Kant mencoba untuk menjebatani pandangan Rasionalisme dan Empirisisme, teori dalam aliran filsafat Kritisisme adalah sebuah teori pengetahuan yang berusaha untuk mempersatukan kedua macam unsur dari filsafat Rasionalisme dan disini kekuatan kritis filsafat sangatlah penting, karena ia bisa menghindari kemungkinan ilmu pengetahuan menjadi sebuah dogma.
Filsafat ini memulai pelajarannya dengan menyelidiki batas-batas kemampuan rasio sebagai sumber pengetahuan manusia. Oleh karena itu, kritisisme sangat berbeda dengan corak filsafat modern sebelumnya yang mempercayai kemampuan rasio secara mutlak. Isi utama dari kritisisme adalah gagasan Immanuel Kant tentang teori pengetahuan, etika dan estetika. Gagasan ini muncul karena adanya pertanyaan-pertanyaan mendasar yang timbul pada pemikiran Immanuel Kant. Pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Apakah yang dapat kita ketahui?
2.      Apakah yang boleh kita lakukan?
3.      Sampai di manakah pengharapan kita?
4.      Apakah manusia itu?

Adapun jawaban dari keempat pertanyaan tersebut di atas adalah:
1. Apa-apa yang harus diketahui manusia haanyalah yang dipersepsi dengan panca indera. Lain dari pada itu merupakan ilusi, hanyalah ide.
2. Semua yang harus dilakukan manusia harus bisa diangkat menjadi sebuah peraturan umum, misalnya dilarang mencuri.
3. Yang bisa diharapkan manusia ditentukan oleh akal budinya.
4. Manusia merupakan pelaku (aktor) dari ketiga pertanyaan sebelumnya.

Selain itu juga ada tentang pemikiran immanuel kant mengenai Metafisika, Etika, Agama dan Tuhan, dan juga Manusia.
1.       Metafisika adalah studi keberadaan atau realitas. Metafisika mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti: Apakah sumber dari suatu realitas? Apakah Tuhan ada? Apa tempat manusia di dalam semesta? Cabang utama metafisika adalah ontologi, studi mengenai kategorisasi benda-benda di alam dan hubungan antara satu dan lainnya.
Metafisika tradisional menganggap Tuhan sebagai causa prima (penyebab pertama dari segala sesuatu). Asumsi ini ditolak Kant. Menurutnya Tuhan bukanlah obyek pengalaman dengan kategori kausalitas pada tingkat akal budi (verstand), melainkan ada pada bidang atau pandangan yang melampaui akal budi, yakni bidang rasio (vernunft).
Bagi Kant, pembuktian Tuhan sebagai causa prima tidak bisa diterima. Ada tidaknya Tuhan mustahil dibuktikan. Tuhan ditempatkan Kant sebagai postulat bagi tindakan moral pada rasio praktis.
2.      Etika diperlukan untuk mencari tahu apa yang seharusnya dilakukan manusia. Secara metodologis, etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis dalam melakukan refleksi. Sehingga etika merupakan suatu ilmu dengan objeknya adalah tingkah laku manusia dengan sudut pandang normatif.

Semua yang harus dilakukan manusia harus bisa diangkat menjadi sebuah peraturan umum. Hal ini disebut dengan istilah “imperatif kategoris”. Contoh: orang sebaiknya jangan mencuri, sebab apabila hal ini diangkat menjadi peraturan umum, maka apabila semua orang mencuri, masyarakat tidak akan jalan.

3.       Pemikiran Immanuel Kant Tentang Agama dan Tuhan. Meskipun Kant lebih dikenal sebagai filsuf yang berkecimpung dalam bidang epistemologi dan etika, tetapi kajian tentang Tuhan pun tak luput dari penelaahannya. Dalam bidang keagamaan atau Teologi, Kant menolak bukti-bukti “onto-teologis” adanya Tuhan. Artinya, menurutnya, Tuhan itu, statusnya bukan “objek” inderawi, melainkan a priori yang terletak pada lapisan ketiga (budi tertinggi) dan berupa “postulat” (Asumsi yg menjadi pangkal dalil yg dianggap benar tanpa perlu membuktikannya; anggapan dasar).
Immanuel Kant  berargumentasi bahwa konsep seseorang tentang Tuhan harus berasal dari penalaran; oleh karena itu, ia menyerang bukti-bukti tentang keberadaan Tuhan, dengan menyangkali keabsahannya. Kant berpendapat bahwa tidak dapat ada terpisah pengalaman yang dapat dibuktikan melalui pengujian. Dalam hal ini, Kant mengkombinasikan rasionalisme (kebertumpuan pada penalaran manusia) dan empirisme (pembuktian sesuatu berdasar metode ilmiah).
Bagi Kant, Tuhan bukanlah soal teoretis, melainkan soal praktis, soal moral, soal totalitas pengalaman, dan arti atau makna hidup terdalam (ini dampak positifnya). Dampak negatifnya adalah bahwa sebagai “postulat’ (penjamin) moralitas, Tuhan adalah konsekuensi moralitas, maka moralitas merupakan dasar keberadaan Tuhan. Karena itu, muncul tendensi pada Kant untuk meletakkan agama hanya pada tataran moralitas semata atau perkara horizontal saja (hubungan antar manusia saja atau soal perilaku di dunia ini saja). Konsekuensinya, agamanya Kant, tidak memerlukan credo (kepercayaan).
Kant menyatakan bahwa memang Tuhan hanya bisa didekati melalui iman dan iman itu dilandasi oleh hukum moral. Hukum moral mewajibkan kita untuk selalu melakukan kebaikan. Tetapi hukum moral ini mensyaratkan tiga hal utama, yaitu: kebebasan, keabadian jiwa, dan keberadaan tuhan.
4.    Kant mengatakan bahwa hanya manusialah tujuan pada dirinya, dan bukan semata-mata alat atau sarana yang boleh diperlakukan sewenang-wenang. Di dalam segala tindakan manusia baik yang ditujukan kepada dirinya sendiri maupun kepada orang lain, manusia harus dipandang serentak sebagai tujuan.
Bagi Kant, manusialah aktor yang mengkonstruksi dunianya sendiri. Melalui a priori formal, jiwa manusia mengatur data kasar pengalaman (pengindraan) dan kemudian membangun ilmu-ilmu matematika dan fisika. Melalui kehendak yang otonomlah jiwa membangun moralitas. Dan melalui perasaan (sentiment) manusia menempatkan realitas dalam hubungannya dengan tujuan tertentu yang hendak dicapai (finalitas) serta memahami semuanya secara in heren sebagai yang memiliki tendensi kepada kesatuan.
Daftar Pustaka :
Fahmi. 2016. Filsafat Immanuel Kant. http://filsafatpendidikan2016.blogspot.co.id/2016/09/filsafat-immanuel-kant.html (di akses pada 9 Oktober 2016 pukul 7.50)
Nova Utama. Pemikiran Immanuel Kant. https://novautama.wordpress.com/2012/10/24/pemikiran-immanuel-kant/  (di akses pada 8 Oktober 2016 pukul 11.00)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar