Kesenian Banten yang Terkenal dan dapat Memikat Wisatawan
Kebudayaan
adalah keseluruhan sistem gagasan , tindakan dan hasil cipta, karsa, dan rasa
manusia untuk memenuhi kebutuhan kehidupannya dengan cara belajar yang semuanya
tersusun dalam kehidupan masyarakat.
Terdapat
tujuh unsur kebudayaan sebagai kultural universal yang didapatkan pada semua
bangsa di dunia, antara lain :
1. Bahasa (lisan maupun tulisan)
2. Sistem teknologi (peralatan dan
perlengkapan hidup manusia)
3. Sistem mata pencarian (mata
pencarian hidup dan sistem ekonomi)
4. Organisasi sosial (sistem
kemasyarakatan)
5. Sistem pengetahuan
6. Religi
Berikut adalah tentang kebudayaan
dan kesenian yang ada di Banten
a.
Budaya dan Nilai
Sebagian besar anggota masyarakat memeluk agama Islam dengan semangat religius yang tinggi, tetapi pemeluk agama lain dapat
hidup berdampingan dengan damai.
Potensi dan kekhasan budaya masyarakat Banten, antara lain seni bela diri Pencak silat, Debus, Rudad, Umbruk, Tari Saman, Tari Topeng, Tari Cokek, Dog-dog, Palingtung,
dan Lojor. Di samping itu juga terdapat peninggalan warisan leluhur antara lain
Masjid Agung Banten Lama, Makam Keramat Panjang, dan masih banyak peninggalan
lainnya.
Di Provinsi Banten terdapat Suku Baduy. Suku Baduy Dalam merupakan suku asli Sunda Banten yang masih menjaga tradisi anti modernisasi, baik cara berpakaian
maupun pola hidup lainnya..
b. Bahasa
Penduduk asli yang hidup di Provinsi Banten berbicara menggunakan dialek
yang merupakan turunan dari bahasa Sunda Kuno. Dialek tersebut dikelompokkan
sebagai bahasa kasar dalam bahasa Sunda modern, yang memiliki beberapa tingkatan
dari tingkat halus sampai tingkat kasar (informal), yang pertama tercipta pada
masa Kesultanan Mataram menguasai Priangan (bagian tenggara Provinsi Jawa Barat).
Namun demikian, di Wilayah Banten Selatan Seperti Lebak dan Pandeglangmenggunakan Bahasa Sunda Campuran Sunda Kuno, Sunda
Modern dan Bahasa Indonesia, di Serang dan Cilegon, bahasa Jawa Banten digunakan oleh etnik Jawa. Dan, di bagian utara Kota Tangerang, bahasa Indonesia dengan dialek Betawi juga digunakan oleh pendatang beretnis
Betawi. Di samping bahasa Sunda, bahasa Jawa dan dialek Betawi, bahasa Indonesia juga
digunakan terutama oleh pendatang dari bagian lain Indonesia.
c. Senjata tradisional
Golok adalah senjata tradisional di Banten.
d. Rumah adat
Rumah adatnya adalah rumah panggung yang beratapkan daun atap dan lantainya
dibuat dari pelupuh yaitu bambu yang dibelah-belah. Sedangkan dindingnya
terbuat dari bilik (gedek). Untuk penyangga rumah panggung adalah batu yang
sudah dibuat sedemikian rupa berbentuk balok yang ujungnya makin mengecil
seperti batu yang digunakan untuk alas menumbuk beras. Rumah adat ini masih
banyak ditemukan di daerah yang dihuni oleh orang Kanekes atau disebut juga orang Baduy.
Arsitektur rumah adat mengandung filosofi kehidupan keluarga, aturan tabu,
dan nilai-nilai privasi, yang dituangkan dalam bentuk ruangan paralel dengan
atap panggung, dan tiang-tiang penyanggah tertentu. Filosofi itu telah berubah
menjadi keindahan fisik sehingga arsitekturnya hanya bermakna estetik.
e. Tradisi masyarakat
Tradisi masyarakat Banten pada umumnya berhubungan dengan keaganmaan .
tradisi yang sudah sering kita lihat pada masyarakat banten yang masih bertahan
hingga sekarang antara lain :
1. Peringatan maulid nabi
2. Memperingati 7 hari meninggalnya kerabat
3. Memperingati 40 hari meninggalnya kerabat
4. Arak- arakan saat sahur ramadhan
5. Khaulan
6. Dan lain- lain
f. Kesenian
Kesenian adalah keahlian dan keterampilan manusia untuk menciptakan dan
melahirkan hal-hal yang bernilai indah. Ukuran keindahannya tergantung pada
kebudayaan setempat, karena kesenian sebagai salah satu unsur kebudayaan. Dari
segi macam-macamnya, kesenian itu terdapat banyak macamnya, dari yang bersumber
pada keindahan suara dan pandangan sampai pada perasaan, bahkan mungkin
menyentuh spiritual.
Ada tanda-tanda kesenian Banten itu merupakan kesenian peninggalan sebelum
Islam dan dipadu atau diwarnai dengan agama Islam. Misalnya arsitektur mesjid
dengan tiga tingkat sebagai simbolisasi Iman, Islam, Ihsan, atau Syari’at,
tharekat, hakekat. Arsitektur seperti ini berlaku di seluruh masjid di Banten.
Kemudian ada kecenderungan berubah menjadi bentuk kubah, dan mungkin pada
bentuk apa lagi, tapi yang nampak ada kecenderungan lepas dari simbolisasi
agama melainkan pada seni itu sendiri.
Mengenai kesenian lain, ada pula yang teridentifikasi kesenian lama (dulu)
yang belum berubah, kecuali mungkin kemasannya. Kesenian-kesenian dimaksud
ialah:
1. Seni Debus Surosowan
2. Seni Debus Pusaka Banten
3. Seni Rudat
4. Seni Terbang Gede
5. Seni Patingtung
6. Seni Wayang Golek
7. Seni Saman
8. Seni Sulap-Kebatinan
9. Seni Angklung Buhun
10. Seni Beluk
11. Seni Wawacan Syekh
12. Seni Mawalan
13. Seni Kasidahan
14. Seni Gambus
15. Seni Reog
16. Seni Calung
17. Seni Marhaban
18. Seni Dzikir Mulud
19. Seni Terbang Genjring
20. Seni Bendrong Lesung
21. Seni Gacle
22. Seni Buka Pintu
23. Seni Wayang Kulit
24. Seni Tari Wewe
25. Seni Adu Bedug
26. Dan lain-lain
Kesenian-kesenian tersebut masih tetap ada, mungkin belum berubah kecuali
kemasan-kemasannya, misalnya pada kesenian kasidah dan gambus. Relevansi
kesenian tradisional ini mungkin, jika berkenaan dengan obyek kajian penelitian
maka yang diperlukan adalah orsinilitasnya. Tetapi jika untuk kepentingan
pariwisata maka perlu kemasan yang menarik tanpa menghilangkan substansinya.
Walaupun mungkin, secara umum kesenian-kesenian tersebut akan tunduk pada
hukum perubahan sehubungan dengan pengaruh kebudayaan lain. Mungkin karena
tidak diminati yang artinya tidak ada pendukung pada kesenian itu, bisa jadi
lama atau tidak, akan punah. Karena itu, mengenai kesenian yang tidak boleh
lepas dari nilai-nilai Kebudayaan Banten, bisa jadi atau malah harus ada
perubahan kemasan.
Salah satu
kesenian yang kemudian menjadi label masyarakat Banten adalah debus1). Artinya,
jika seseorang mendengar kata "debus", maka yang terlintas dalam
benaknya adalah "Banten". Konon, kesenian yang disebut sebagai debus
ada hubungannya dengan tarikat Rifaiah yang dibawa oleh Nurrudin Ar-Raniry ke
Aceh pada abad ke-16. Para pengikut tarikat ini ketika sedang dalam kondisi
epiphany (kegembiraan yang tak terhingga karena "bertatap muka"
dengan Tuhan), kerap menghantamkan berbagai benda tajam ke tubuh mereka.
Filosofi yang mereka gunakan adalah "lau haula walla Quwata ilabillahil 'aliyyil
adhim" atau tiada daya upaya melainkan karena Allah semata. Jadi, kalau
Allah mengizinkan, maka pisau, golok, parang atau peluru sekalipun tidak akan
melukai mereka.
Di Banten pada awalnya kesenian ini berfungsi untuk menyebarkan ajaran Islam. Namun, pada masa penjajahan Belanda dan pada saat pemerintahan Sultan Agung Tirtayasa, seni ini digunakan untuk membangkitkan semangat pejuang dan rakyat Banten untuk melawan Belanda. Dewasa ini, seiring dengan perkembangan zaman, kesenian ini hanya berfungsi sebagai sarana hiburan semata.
Kebudayaan
dan kesenian yang ada di Banten tidak terlepas dari peran masyarakat daerah
Banten yang berusaha untuk melestarikan kebudayaan dan kesenian yang ada di
daerahnya. Tidak hanya di wilayah Banten, tetapi juga setiap kebudayaan dan kesenian
yang ada diseluruh Indonesia, agar Indonesia tetap memiliki keragaman budaya
yang tetap lestari dan terus dikembangkan sehingga bisa diakui oleh negara
luar.
Daftar
Pustaka :
Uun Halimah.2008.Debus Kesenian Tradisional Masyarakat. http://uun-halimah.blogspot.co.id/2008/02/debus-kesenian-tradisional-masyarakat.html
Ovi Sovina Ekawati. 2010.Kebudayaan Banten.Institut Agama Islam
Negeri Banten Sultan Maulana Hasanudin Banten. http://sofina-web.blogspot.co.id/2011/11/makalah-kebudayaan-banten.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar